Selasa, 19 Juni 2012

Pendidikan Karakter Dalam Militer


Permasalahan digalakkannya pendidikan karakter muncul berawal dari keprihatinan para orangtua  yang menyaksikan kenyataaan semakin banyaknya deviasi yang berkaitan dengan karakter sebagian kecil anaknya yang kurang baik.  Beberapa karakter dasar yang dianggap kurang baik itu antara lain tanggungjawab (responsibility) kedisiplinan (diciplinary), peduli (care), hormat (respect), jujur (honest),  cinta tanah air (patriotism). Kurangnya kepedulian, kurangnya rasa hormat dan etika sopan santun terhadap para guru dan karyawan, tidak ada tegur sapa. Semakin banyaknya mahasiswa melakukan tindakan tidak jujur seperti penyontekan ketika ujian, hingga kerap ditemukannya siswa membuat tugas hanya meniru hingga sekedar “copy paste” dari tugas temannya.



Menyikapi hal ini dalam implementasi pendidikan karakter beberapa kalangan didunia pendidikan sempat berwacana perlu pemberlakuan wajib militer. Hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan sebagian negara-negara besar, contohnya Amerika Serikat dan China, yang juga memberlakukan wajib militer. Amerika Serikat adalah negara yang menganut politik supermasi sipil (warga Negara sipil yang boleh ikut berpolitik praktis, militer tidak), tapi sejak lama sudah memberlakukan UU Wajib Militer dinegaranya. Para pemimpin bangsa Amerika, hampir seluruhnya adalah veteran perang dunia II atau perang Vietnam yang sangat berpengalaman dalam manajemen militer  yang kemudian ditransformasikan kedalam manajemen sipil di Amerika Serikat. Sejak lulus sekolah menengah, para pemuda masuk dalam pusat pelatihan militer. Para pemuda digembleng menegakkan disiplin selama berbulan-bulan. Tentu saja hasilnya rata-rata pemuda negeri-negeri tersebut memiliki karakter yang baik, yaitu memiliki sikap tanggungjawab, disiplin, mandiri, peduli, maupun patriotik.
Dalam tataran ideal, seharusnya pembelajaran karakter yang paling baik adalah sejak di sekolah taman kanak-kanak, hingga pendidikan dasar dan menengah. Pembelajaran tersebut sebenarnya merupakan pendidikan kecakapan hidup mendasar (general lifeskills education)   yang menjadi materi dasar utama di pendidikan dasar, yaitu di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Semakin ke jenjang lebih tinggi, katakanlah di pendidikan menengah, misalnya Sekolah Menengah Atas, porsinya semakin berkurang. Sehingga pada saat di perguruan tinggi mental dan karakter anak itu dengan sendirinya telah terbentuk. Hal ini membuktikan bahwa dalam tolok ukur ideal tatanan pendidikan karakter kita disekolah belum mampu berlaku ideal.
Dalam sejarah perkembangannya sebenarnya pendidikan karakter adalah gagasan dipopulerkan Lawrence Kohlberg. Sosok Lawrence Kohlberg sendiri adalah seorang profesor Psikologi Pendidikan dan Sosial di Harvard University. Ia dikenal sebagai teoritikus moral dan karakter yang berpengaruh pada abad 20. Salah satunya adalah Teori Tahapan Perkembangan Moral yang menjadi cikal bakal format Pendidikan Karakter. Di Amerika Serikat Pendidikan karakter popular sebagai upaya Presiden Bill Clinton untuk menekan angka kehamilan remaja, pemakaian narkotika, kekerasan di sekolah, dan kriminalitas jalanan yang penanganannya bagai buntu ditengah jalan. Meskipun pasca Bill Clinton meminta para guru (pada tanggal 23 Januari 1997) untuk memasukkan pendidikan karakter sebagai kurikulum pengajaran, kehidupan remaja Amerika relatif tidak banyak mengalami kemajuan. Kegagalan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh Presiden Bill Clinton ini sebenarnya sudah diperkirakan oleh Edward Wyne and Kevin Ryan. Dua tokoh pendidikan ternama di Amerika menilai bahwa Pendidikan Karakter memang rentan kritik. Sebab model pendidikan ini gagal untuk menjawab pertanyaan, “Nilai-nilai apa yang harus diajarkan dalam pendidikan karakter?” tanya Wynne and Ryan. Mencermati hal ini sejatinya, pendidikan Karakter menyimpan ruang problem yang cukup lebar saat harus dilaksanakan disekolah disaat sekolah tidak bisa menjawab pertanyaan dasar tentang persoalan nilai tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar