Menurut Koentjaraningrat
ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:
1. Sistem
religi yang meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup,
komunikasi keagamaan, dan upacara
keagamaan.
2. Sistem
kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan, asosiasi
dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan.
3. Sistem
pengetahuan meliputi pengetahuan tentang: flora dan fauna, waktu, ruang dan
bilangan, tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia.
4. Bahasa
yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk: lisan dan tulisan.
5.
Kesenian yang meliputi: seni patung/pahat, relief, lukis dan gambar, rias,
vocal, music, bangunan, kesusastraan, dan drama.
6. Sistem
mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi: berburu dan
mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan perdagangan.
7. Sistem
peralatan hidup atau teknologi yang meliputi: produksi, distribusi,
transportasi, peralatan
komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk
wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung
dan perumahan, dan senjata.
Tujuh Unsur Budaya dan Hubungannya dengan Tiga
Wujudnya:
1. Bahasa
Gagasan: Membudayakan kembali bahasa Jawa/
bahasa Krama di masyarakat Jawa.
Implementasi:
a. Penghilangan stigma bahwa bahasa Jawa/ bahasa
Krama adalah bahasa orang desa atau masyarakat rendahan.
b. Mempraktekan bahasa Krama dengan 3 M, yaitu:
mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil, dan mulai saat ini juga.
c. Penanaman sejak dini pentingnya bahasa Jawa/
bahasa Krama pada anak.
d. Pemahaman pada siswa tentang pentingnya
bahasa Krama ke orang tua maupun ke orang lain yang lebih tua sebagai bentuk
sopan santun dan tepa slira.
e. Pengadaan lomba yang bernuansa bahasa Jawa/
bahasa Krama yang diadakan di sekolah dan kesepakatan adanya hari tertentu
khusus untuk berbahasa Jawa/ bahasa Krama.
f. Dialog antara guru dan orang tua siswa pada
kesempatan-kesempatan tertentu untuk membahas kerja sama dan komitmen dalam
pembiasaan bahasa Krama pada keluarga.
Hasil:
a. Masyarakat Jawa terbiasa berbahasa Jawa/
bahasa Krama di keluarga, yang lambat laun akan melestarikan budaya berbahasa
krama.
b. Hilangnya stigma buruk masyarakat terhadap
bahasa Jawa/ bahasa Krama.
c. Bahasa Jawa/ bahasa Krama sulit untuk punah
karena banyak orang yang melestarikannya.
d. Masuknya bahasa Jawa/ bahasa Krama sebagi
salah satu mata pelajaran maupun ekstrakulikuler menyebabkan banyaknya anak
yang semakin mengenal dan mempelajari bahasa ini. Tentu dikemudian hari jika
nilai-nilai moral yang terkandung di dalam bahasa ini benar-benar dihayati dan
dilaksanakan, terwujudlah masyarakat Jawa yang nJawani dan jati diri masyarakat
Jawa akan diakui dan dihargai moleh Indonesia maupun mancanegara.
2. Sistem
Pengetahuan
Gagasan: Mengaktifkan penelitian di kalangan
mahasiswa.
Implementasi:
a. Menumbuhkan nuansa berpikir kritis di kelas,
lingkungan kampus dan meluas ke berbagai aspek kehidupan, sehingga mahasiswa
tidak terbiasa menerima apa yang disampaikan orang lain secara mentah-mentah,
namun dikaji dulu dari berbagai aspek.
b. Mengoptimalkan alat bantu penelitian yang
selalu dibutuhkan, yaitu 1) bahasa, 2) statistik, 3) logika dan 4)
perpustakaan.
c. Memaksimalkan
kinerja UKM penelitian yang ada di faku;ltas maupun tingkat universitas untuk
memotivasi mahasiswa dalam mengikuti event penelitian yang ada seperti PKM.
Pelatihan-pelatihan juga harus di maksimalkan oleh UKM ini.
Hasil:
a. Mahasiswa tidak diragukan lagi
intelektualitasnya dengan mengembangkan budaya berpikir kritis, pemikiran
mahasiswa tentang sesuatupun akan lebih berkembang daripada ketika ia menerima
sesuatu tanpa dikaji dulu.
b. Tercipta penemuan-penemuan baru atau inovasi
yang tentunya berguna bagi kehidupan masyarakat luas hasil dari kretifitas
penelitian mahasiswa.
c. Kegiatan UKM menajdi wadah pembimbing serta
penuntun bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian, disamping hal
menyangkut penelitian, UKM pastinya kan menjadi ruang-ruang diskusi sehingga
banyak pemikiran-pemikiran baru yang dihasilkan.
3.
Organisasi Sosial
Gagasan: Memaksimalkan kinerja PKBI DIY yang
dinaungi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) melalui PIK-KRR.
Implementasi:
a. Memberikan penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi pada remaja dari berbagai kalangan, seperti: anak gelandangan, siswa
sekolah, mahasiswa, santri pondok pesantren, kader pramuka, dan para orang tua.
b. Materi yang disampaikan dapat berupa remaja
dan seksualitas meliputi pengeryian seksualitas, organ reproduksi, pubertas,
mimpi basah, menstruasi, dan hal-hal lain seputar seksualitas.
c. HIV/ AIDS meliputi informasi umum tentang
HIV/ AIDS, tahap perubahan HIV menjadi AIDS, penularan,
Napza-HIV/AIDS-Seksualitas, pencegahan, bagaimana mengetahui, pengobatan,
stigma dan diskriminasi penderita HIV/AIDS.
d. NAPZA meliputi Pengertian napza, jenis napza,
penyalahgunaan napza, dan napza-hiv/aids-seksualitas, dan keterampilan sosial
yang bermanfaat.
Hasil:
a. Remaja dapat memahami perubahan fisik
yang terjadi, memahami alat, sistem dan proses reproduksi, menyadari perlunya
kesiapan diri untuk melakukan reproduksi, memahami proses kehamilan, dan
memahami mengapa remaja perlu menerapkan perilaku seksual yang bertanggung
jawab.
b. Remaja dapat memahami tentang seluk beluk
NAPZA, memahami tentang akibat penyalahgunaan NAPZA, dan mengenali cara-cara
menjauhkan diri dari penyalahgunaan NAPZA.
c. Remaja dapat memahami seluk beluk HIV/AIDS
dan memahami cara pencegahan penularan HIV/AIDS.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Wacana: Pengetahuan TI yang disalahgunakan
untuk tindakan kejahatan dunia maya seperti cracker, pencurian ATM, penyebaran
virus, tindak penipuan, dsb.
Gagasan: Pendidikan TI berbasis nilai sosial
guna kemaslahatan umum.
Implementasi:
a. Pendidikan TI di bangku sekolah serta
pemahamannya tentang pemanfaatan TI yang tepat tanpa merugikan orang lain.
b. Pelatihan sadar TI untuk semua kalangan oleh
Depkominfo dan masyarakat luas.
c. Pensosialisasian kewaspadaan TI, yaitu tips
and trick tentang keamanan jaringan internet.
Hasil:
a. Semua kalangan mampu mengoperasikan hal-hal
yang menyangkut TI.
b. Semua kalangan menjadi sadar akan bahaya
kejahatan dalam dunia maya sehingga mereka lebih nerhati-hati dalam mengunakan
sumber daya yang ada di internet.
c. Masyarakat tidak lagi memasukkan identitas
yang begitu lengkap pada setiap situs, seperti menuliskan alamat lengkap dan
nomor telepon/ HP untuk memperkecil resiko penyalahgunaan data dan penipuan.
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Gagasan: Menjadikan limbah sampah menjadi
kerajinan yang berdaya jual tinggi (trashion= trash fashion).
Implementasi:
a. Penyadaran masyarakat akan bahaya sampah
plastik yang tidak dapat diuraikan oleh alam, dan
bahaya dari pembakaran sampah yang berpengaruh
pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan temperatur bumi atau yang lebih
dikenal dengan istilah pemanasan global. Seperti yang telah kita ketahui,
pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti
uap air, karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrooksida (N2O).
b. Penghapusan stigma buruk masyarakat akan
sampah sebagi hal yang tidak mempunyai nilai guna dan estetika untuk
dimanfaatkan lagi menjadi barang lain. Cap “sampah” pada barang kerajinan yang
dihasilkan juga jarus dihilangkan, karena rata-rata orang masih menganggap
sebuah sandal (hasil daur ulang) tetap sebagai sampah, sehingga ia segan untuk
mengeluarkan biaya yang setara dengan harga sandal rata-rata untuk membeli
sandal daur ulang tersebut.
c. Pendirian balai-balai pengembangan kerajinan
sampah plastik agar semakin banyak orang yang mempunyai ketrampilan dalam
membuat kerajinan ini guna menunjang penghasilan ekonomi mereka.
6. Sistem Religi
Gagasan: Mengimplementasikan kembali
nilai-nilai Islam dalam lembaga agama FPI (Front Pembela Islam) agar terjadi
kerukunan antar umat Islam dan masyarakat beragama lain di Indonesia.
Implementasi:
a. Penafsiran dan penanaman nilai agama secara
benar dan menyeluruh, dalam hal ini Islam kepada seluruh warga FPI.
b. Penanaman nilai-nilai tri kerukunan hidup
pada setiap elemen FPI agar tidak terjadi tindakan anarkis di semua aksi turun
ke jalan.
c. Perencanaan serta pengkondisian yang matang
dalam setiap aksi FPI, agar resiko terjadinya kekerasan oleh oknum tertentu
berkurang.
d. Komitmen oleh semua umat beragama di
Indonesia untuk menjunjung tinggi persatuan antar umat, sehingga terjadi saling
pengertian antara FPI maupun gologan lain dengan umat beragama di Indonesia.
Hasil:
a. Tercipta citra FPI yang benar-benar
menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.
b. Adanya hubungan yang baik antara FPI dengan
umat beragama lain dan juga pemerintah.
c. Aksi FPI untuk menyalurkan aspirasinya
menjadi sarat dengan nilai-nilai Islam yang kedepannya menuai penghargaan dari
masyarakat luas.
7. Kesenian
Gagasan: Menghidupkan kembali musik keroncong
yang sudah lama tidak terdengar gaungnya.
Implementasi:
a. Mengenalkan musik keroncong pada siswa sejak
usia sekolah dasar.
b. Melatih anak usia remaja untuk menguasai
teknik-teknik yang ada dalam musik keroncong.
c. Memberikan kesempatan kepada generasi muda
untuk berkarya melalui musik keroncong.
d. Menyemarakkan kembali acara yang memuat musik
keroncong baik mealalui televisi, radio, internet maupun media lainnya.
e. Mengadakan pembinaan musik keroncong di
sekolah, dapat disisipkan dalam mata pelajaran kesenian maupun suatu kegiatan
ekstrakulikuler tersendiri.
f. Mengadakan event-event perlombaan musik
keroncong yang terbuka bagi semua kalangan dan semua kelompok umur.
g. Modifikasi pada musik keroncong, seperti
adanya aliran keroncong pop, keroncong rock, atau keroncong dangdut.
Hasil:
a. Musik keroncong kembali diakui kebradaannya
dan seniman-seniman keroncong dapat mengembangkan potensinya dalam berkreasi.
b. Gaung musik keroncong akan sampai ke seluruh
Indonesia maupun luar negeri tidak kalah dengan gamelan maupun jenis
musik-musik lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar