PENDIDIKAN INDONESIA PADA MASA BUDI UTOMO
Dr. Wahidin Soedirohoesodo (1857-1917) adalah pembangkit semangat organisasi yang pertama itu. Sebagai seorang lulusan sekolah Dokter Jawa di Weltvreden (yang sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA), dia bekerja sebagai dokter pemerintah di Yogyakarta sampai tahun 1899. Pada tahun 1901 dia menjadi redaktur majalah Retnadhoemilah (Ratna yang berkilauan) yang dicetak dalam bahasa Jawa dan Melayu untuk kalangan pembaca priyayi dan mencerminkan perhatian priyayi terhadap masalah-masalah dan status mereka. Selain seorang yang berpendidikan Barat Wahidin adalah seorang pemain musik Jawa klasik (gamelan) dan wayang yang berbakat.
Dia memandang bahwa kebudayaan Jawa dilandasi oleh ilham
Hindu-Budha, rupanya berpendapat bahwa sebagian penyebab kemerosotan masyarakat
Jawa adalah kedatangan agama Islam dan berusaha memperbaiki masyarakat Jawa
melalui pendidikan Belanda. Pada tahun
1907 Wahidin berkunjung ke STOVIA dan di sana, di salah satu lembaga terpenting
yang menghasilkan priyayi rendah Jawa, dia melihat adanya tanggapan yang
bersemangat dari murid-murid sekolah tersebut. Diambil keputusan untuk
membentuk suatu organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan
priyayi rendah. Dan pada bulan Mei 1908 diselenggarakan suatu pertemuan yang
melahirkan Budi Utomo. Nama Jawa ini (yang seharusnya dieja Budi Utama) diterjemahkan ke
dalam bahasa Belanda oleh organisasi tersebut sebagai “het schoone striven” (ikhtiar yang indah),tetapi menurut
konotasi-konotasi bahasa Jawa yang beraneka ragam nama itu juga mengandung arti
cendekiawan,watak, atau kebudayaan yang mulia.
Budi
Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa. Organisasi
ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi penduduk Jawa
dan Madura; dengan demikian, mencerminkan kesadaran administrasi kedua pulau
itu dan mencakup masyarakat Sunda dan Madura yang kebudayaannya mempunyai
kaitan erat dengan Jawa. Bukan bahasa Jawa melainkan bahasa Melayu yang dipilih
sebagai bahasa resmi Budi Utomo. Namun demikian, kalangan priyayi Jawa dan
(sampai tingkat yang jauh lebih kecil) Sunda adalah yang menjadi inti dukungan
Budi Utomo. Rasa keunggulan budaya orang Jawa cukup sering muncul ke permukaan bahkan
di Bandung ada cabang-cabang tersendiri untuk anggota-anggota orang-orang Jawa
dan Sunda. Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata di
antara kelas-kelas bawah dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi, yaitu hanya
10.000 orang, pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasarnya juga
merupakan suatu lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan; seperti
yang akan terlihat di bawah ini, organisasi tersebut jarang memainkan peran
politik yang aktif.
Pada
bulan Oktober 1908 Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di
Yogyakarta. Pada saat itu Wahidin sudah hanya menjadi tokoh bapak saja dan
bermunculan suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Suatu kelompok
minoritas dipimpin oleh Tjipto Mangunkusumo (1885-1943) yang juga seorang
dokter dan yang sifatnya radikal. Dia ingin agar Budi Utomo menjadi partai
politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya daripada hanya
golongan priyayi, dan kegiatan-kegiatannya lebih tersebar di seluruh Indonesia
daripada terbatas di Jawa dan Madura saja. Tjipto juga tidak mengagumi
kebudayaan Jawa sebagai dasar bagi peremajaan kembali. Dr. Radjiman Wediodiningrat
(1879-1951), seorang Dokter Jawa lain, mengemukakan ide-idenya pula. Dia
dipengaruhi kebudayaan Jawa, dialektika G.W.F. Hegel, subyektivisme I. Kant,
dan anti rasionalisme H. Bergson, dan sudah menganut doktrin-doktrin mistik
Teosofi sebagai perpaduan Timur dan Barat. Teosofi adalah salah satu di antara
gerakan-gerakan yang menyatukan elite Jawa, orang-orang Indo-Eropa, dan
orang-orang Belanda pada masa itu, dan sangat berpengaruh di kalangan banyak
anggota Budi Utomo. Akan tetapi, baik Tjipto maupun Rajiman tidak berhasil
mendapatkan kemenangan. Tjipto tampaknya merupakan seorang radikal yang
berbahaya dan Radjiman rupanya seorang reaksioner yang kaku. Dipilih suatu
dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung
pendidikan yang semakin luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan pengusaha
Jawa. Tjipto terpilih sebagai anggota dewan, tetapi mengundurkan diri pada tahun
1909 dan akhirnya bergabung dengan Indische Partij yang radikal.
Gubernur
Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo sebagai tanda keberhasilan
politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya; suatu organisasi pribumi yang
progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju.
Pejabat-pejabat Belanda lainnya mencurigai Budi Utomo atau semata-mata
menganggapnya sebagai gangguan yang potensial. Akan tetapi, pada bulan Desember
1909 organisasi tersebut dinyatakan sebagai organisasi yang sah. Adanya
sambutan yang hangat dari Batavia menyebabkan banyak orang Indonesia yang
merasa tidak puas dengan pemerintah untuk mencurigai Budi Utomo itu. Sepanjang
sejarahnya (organisasi ini secara resmi dibubarkan pada tahun 1935) sebenarnya
Budi Utomo seringkali tampak sebagai partai pemerintah yang seakan-akan resmi
(dikutip dari M.C. Ricklefs, 1989: 228-251).
Sejak
itulah, tepatnya tanggal 20 Mei 1908 kedewasaan politik bangsa Indonesia yang
ditopang oleh rasa ingin merdeka mulai tampak dengan segala cara, gaya dan
asas, serta sifat organisasi. Dari mulai asas kepriyayian yang intelek œBudi
Oetomo. Selanjutnya muncul organisasi-organisasi politik, sosial, keagamaan,
pendidikan, dan kemasyarakatan yang semuanya merupakan dinamika kebangkitan nasional sebagai bentuk
aneka perlawanan kepada penjajah hingga menembus tahun 1920-an, 1930-an, dan
1940-an hingga tercapainya kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Pendidikan dan Pendidikan Politik
*Pendidikan
Pendidikan sendiri menurut Lengeveld adalah membimbing anak didik dari
tingkat belum dewasa menuju ke kedewasaan. Berarti kriteria keberhasilan
pendidikan adalah kedewasaan.
Ki Hajar Dewantara, seorang Bapak Taman Siswa, menganggap pendidikan sebagai
“daya upaya untuk mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter, pikiran (intelek)) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak
didik selaras dengan dunianya†(Wasty Soemanto Hendayat
Soetopo, 1982:3).
Konsep Model Pendidikan di Indonesia
Sejak berkembangnya kebudayaan manusia Indonesia, konsep pendidikan anak pada
masa prenatal mau pun pos-natal melalui pendidikan informal/keluarga telah
terpola secara kultural. Apalagi setelah Civilized
Human Being di Indonesia itu
menganut agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini benang
emas pengaruh keagamaan tetap dominan baik dalam konsep maupun
dalam tujuan pendidikan. Bahkan sejak lama sebelum Indonesia merdeka
lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia telah sanggup melaksanakan pendidikan
formal dengan tujuan dan konsep serta sistem pendidikan yang matang. Konsep
pendidikan formal ala Indonesia, terutama bagi pendidikan umum mulai berkembang
sejak lahirnya pergerakan nasional yang dipelopori oleh Boedi Oetomo. Hal ini
bangkit karena bangsa Indonesia yakin bahwa untuk mencapai kemerdekaan, melenyapkan
penjajahan harus dilawan dengan kecerdikan diplomasi bukan hanya dengan
mengangkat senjata. Kecerdikan dan kearifan itu hanya bisa dimiliki melalui
pendidikan intelektual dan moral.
Konsep pendidikan yang menonjol baik yang dapat bertahan sampai sekarang mau
pun yang hanya tinggal pengaruhnya dan mewarnai/diserap oleh konsep pendidikan
nasional masa kini, antara lain:
a) Pendidikan Muhammadiyah
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah ini
membuka tabir masyarakat terisolasi akibat penjajahan adalah kehidupan beragama
secara terbuka, memasyarakat dan bersatu, kehidupan sosial, kehidupan politik,
dan perhatian terhadap kepentingan nasional. Dengan singkat konsep pendidikan
ini mendasarkan diri kepada asas sosial edukatif, religius, dan nasional.
(Pemuka : K.H.A. Dahlan).
b) Pendidikan Taman Siswa
Konsep pendidikan Taman Siswa yang secara operasional dimulai pada tanggal 3
Juli 1922 lebih bersifat positif nasional, pedagogis, serta kulturil. Tujuan
awal dari lembaga pendidikan ini adalah jelas membawa bangsa Indonesia mencapai
tujuan politik yaitu kemerdekaan bangsa Indonesia. Asas pendidikan Taman Siswa
ditekankan pada kodrat alam, yang berarti bahwa hak anak
akan kebebasannya dinyatakan tidak tanpa batas, termasuk batas lingkungan
kebudayaan. Pertumbuhan anak didik menurut kodratnya berarti bertumbuh dan
berkembang menurut bakat dan pembawaannya. Konsep pendidikan ini mengembangkan
asas pendidikan Pancadarma Taman Siswa yang meliputi: (i) asas kemerdekaan,
(ii) asas kodrat alam, (iii) asas kebudayaan, (iv) asas kebangsaan, dan (v)
asas kemanusiaan (Pemuka: Ki Hajar Dewantara).
c) Pendidikan INS Kayutanam
Konsep pendidikan yang dipolakan oleh Indische
Nationale School Kayutanam merupakan konsep pendidikan yang lebih
memperhatikan pemupukan bakat anak. Konsep ini terpengaruh oleh cita-cita John
Dewey yang pragmatis dan Kerschensteiner dengan Arbeitschule-nya
dengan didorong oleh keyakinan bahwa Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia dan
alam lainnya, mesti semuanya ada gunanya. Bila tidak berguna pasti karena kita
tidak dapat menggunakannya. Dasar pendidikan adalah aktivitas dengan tujuan melahirkan
dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri (self help).
Akan tetapi, sistem ini hanya berkembang sebagian pada konsep PLS sekarang
(Pemuka: Muhammad Sjafei).
d) Pendidikan Nasional setelah Indonesia
Merdeka
Bila kita kaji lebih teliti, maka konsep pendidikan nasional Indonesia yang
kita kenal sekarang ini merupakan hasil ramuan halus dari nilai-nilai budaya
bangsa dengan ragi penyegar pengaruh teori-teori dan konsep pendidikan yang
diresepsi secara teliti dan hati-hati dari unsur-unsur pendidikan Barat yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa tersebut. Kemudian, apabila kita kaji
pula azas dan tujuan dari konsep pendidikan nasional Indonesia sejak awal
kemerdekaan hingga sekarang mengandung jalur konsistensi yang pada prinsipnya
berasas Pancasila dan dijadikan upaya bagi menuju kesejahteraan bangsa.
Sampai saat ini, konsepsi pendidikan nasional ditinjau dari segi kebutuhan
pembangunan bangsa adalah:
·
Pendidikan berlangsung
seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
·
Pendidikan bersifat
semesta, artinya meliputi semua segi kehidupan manusia dan unsur kebudayaan:
moral dan etika, logika, estetika, keterampilan, dan sebagainya. Menyeluruh
artinya seluruh kegiatan pendidikan meliputi semua jenis dan jenjang
pendidikan, di dalam dan di luar sekolah. Terpadu artinya seluruh usaha dan
kegiatan pendidikan jelas kaitan fungsional antara jenjang dan jenis serta
serasi dengan pembangunan nasional.
·
Pendidikan adalah
bagian dari kebudayaan masyarakat dan oleh karena itu harus menjadi alat
pelestarian dan pembangunan kebudayaan dan sebagai alat untuk mencapai tujuan
masyarakat.
*Pendidikan
Politik
Ada
pun yang dimaksud dengan pendidikan politik yang dikemukakan oleh Alfian (1986:235)
dalam bukunya Pemikiran dan
Perubahan Politik Indonesia, sebagai berikut: Pendidikan politik dapat
diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik
masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang
terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Sedangkan yang dimaksud dengan
pendidikan politik menurut Instruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai
berikut: Pendidikan politik merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan
memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian
Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga
harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik
yang benar-benar demokratis, stabil, efektif, dan efisien..
Dengan
demikian pendidikan politik adalah proses penurunan nilai-nilai dan norma-norma
dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, dan
berencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi
berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah
nilai-nilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas
karakteristik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat
kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses sejarah yang
panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik seluruh rakyat.
Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan tingkah laku bangsa
Indonesia.
Pendidikan
politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta pengertian kepada proses
penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa pendidikan
politik menekankan kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis
normatif, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan
landasan dan motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan
mengembangkan diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan
bangsa dan negara. Pemasyarakatan
nilai-nilai pendidikan politik di Indonesia sebenarnya telah dilakukan jauh
sebelum masa kemerdekaan melalui berbagai kegiatan organisasi dan gerakan
politik, baik di dalam mau pun di luar negeri yang dilakukan oleh generasi muda
Indonesia guna memperoleh hak politiknya yang dibelenggu oleh mekanisme
penjajahan.
Sejak
tahun 1908, partai-partai politik dan organisasi massa lainnya tumbuh dengan
pesatnya. Organisasi politik pertama yang disebut-sebut sebagai organisasi
modern di Indonesia berdiri pada tahun 1908 yaitu Budi Utomo. Mula-mula
lapangan geraknya adalah organisasi ini bergerak pula dalam bidang politik.
Timbulnya angkatan 1908 ini, dalam sejarah Indonesia memiliki ciri khas, yaitu
merintis perjuangan kemerdekaan Indonesia menggunakan organisasi. Pada tahun 1912 muncullah Serikat
Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto, Indische Partij di bawah pimpinan
Douwes Dekker, Soewardi Suryaningrat, dan Ciptomangunkusumo. Tahun 1927 lahir
Partai Nasional Indonesia atau PNI yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, tahun 1931
lahir Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono, tahun 1931 lahir Partai
Nasional Indonesia atau dikenal dengan PNI Baru yang dipimpin oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir, tahun 1937 lahir Gerak Indonesia atau Gerindo
yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin dan Mohammad Yamin.
Dalam
periode pergerakan ini, muncul suatu angkatan yang berperan sebagai pematangan
kesadaran politik rakyat, yaitu angkatan 1928. Sebutan itu didasarkan atas
dicetuskannya Sumpah Pemuda oleh para pemuda yang berkonggres di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting dalam proses
pematangan kesadaran kebangsaan menuju terwujudnya proklamasi kemerdekaan.Memasuki
masa sesudah proklamasi kemerdekaan, pemasyarakatan nilai-nilai politik
berlangsung dan berkembang terus dengan tantangan perjuangan yang semakin berat
dalam rangkaian melanjutkan usaha menyadarkan masyarakat akan kepentingan
politik bangsa. Pemasyarakatan
nilai-nilai politik ini lebih diarahkan guna mengalihkan semangat perjuangan
kemerdekaan kepada usaha-usaha pengisian kemerdekaan dan kemajuan kehidupan
nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
*Asas Pendidikan Politik
Sebelum
kita membahas asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
politik, terlebih dahulu kita kaji landasan pokok pendidikan politik bagi
generasi muda Indonesia.Landasan pokok yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan politik bagi generasi muda adalah landasan yang pada prinsipnya
telah mendasari kehidupan nasional bangsa Indonesia. Agak berbeda dengan
landasan-landasan yang dipergunakan dalam bidang lainnya, pendidikan politik
sesuai dengan ciri khasnya, memasukkan pula landasan kesejarahan. Ada pun
landasan pokok penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda menurut
Inpres No. 12 Tahun 1982 adalah sebagai berikut:
a) Landasan ideologi adalah Pancasila.
b) Landasan konstitusional adalah UUD 1945.
c) Landasan historis adalah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Asas
adalah prinsip-prinsip pokok yang harus diterapkan dan dipegang teguh dalam
perencanaan dan pelaksanaan sesuatu/kegiatan. Jadi yang dimaksud dengan
asas-asas pendidikan politik adalah prinsip-prinsip pokok yang harus diterapkan
dan dipegang teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan politik.
Asas-asas pokok yang dipergunakan dalam melaksanakan dan menyelenggarakan
pendidikan politik pada prinsipnya didasarkan atas asas yang sesuai dengan
keadaan serta sifat bangsa Indonesia. Ada pun asas-asas pelaksanaan pendidikan
politik bagi generasi muda tersebut seperti tercantum dalam Inpres No. 12 Tahun
1982, adalah sebagai berikut:
v
Asas Umum
Pada dasarnya pelaksanaan pendidikan politik bagi generasi muda dilandaskan
kepada asas-asas yang sesuai dengan keadaan serta sifat bangsa Indonesia,
khususnya generasi muda, yang dipadukan dengan dinamika perkembangan kehidupan
nasional dan kemajuan yang telah dicapai sehingga sasaran yang dikehendaki
dengan pendidikan politik ini akan tercapai secara berdaya guna dan berhasil
guna serta dimanfaatkan secara tepat guna oleh masyarakat dan diwujudkan dalam
tingkat partisipasi yang sebesar-besarnya.
v
Asas Demokrasi
Penyampaian bahan pendidikan politik bagi generasi muda dilakukan melalui jalan
mendidik, mengajak, menampung, serta menyalurkan gagasan yang berkembang. Ia
harus berciri demokrasi budaya Pancasila atas dasar komunikasi timbal-balik
yang penuh tanggung jawab dan musyawarah untuk mufakat dalam perbedaan pendapat
yang dilakukan dengan sesadar-sadarnya sebagai bangsa.
v Asas Keterpaduan
Pendidikan
politik bagi generasi muda harus menunjang terbinanya persatuan dan kesatuan
bangsa serta menjamin stabilitas serta kepemimpinan nasional. Dalam
dinamikanya, pendidikan politik harus terpadu, selaras, serasi, dan seimbang
dengan strategi nasional sehingga akan dapat tercapai suatu tata kehidupan
nasional yang semakin maju dan bersatu.
v Asas Manfaat
Pendidikan politik bagi
generasi muda diselenggarakan sedemikian rupa, baik dalam bahan mau pun caranya
sehingga hasil yang dicapai dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh
masyarakat. Ia harus dapat meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan
bernegara, mau pun bangsa dan pengembangan pribadi.
v
Asas Bertahap,
Berjenjang, dan Berkelanjutan
Penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda dilakukan melalui
penahanan secara berjenjang, baik dari segi pertumbuhan alamiah manusia dari
usia bawah mau pun dari segi pertumbuhan kehidupan masyarakat melalui
organisasi yang ada atau golongan pendidikan, mulai dari pimpinan sampai kepada
yang lebih besar di bawahnya. Ia semata-mata harus didasarkan atas kemampuan
obyektif manusia. Di samping itu, pendidikan politik harus dilaksanakan secara
terus-menerus dan harmoni, sebagai suatu proses pematangan manusia Indonesia
seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia yang makin maju dan berkembang.
v
Asas Aman
Pendidikan politik bagi generasi muda menunjang kehidupan nasional dengan
semakin tingginya kesadaran berbangsa dan bernegara dan terpeliharanya laju
pembangunan nasional. Sebagai kondisi, ia harus dapat menciptakan ketahanan dan
ketangguhan manusia Indonesia dan masyarakat secara keseluruhan terhadap setiap
kendala dan tantangan yang dihadapi. Ia harus aman dari berbagai pengaruh
negatif yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar